Lilypie 6th to 18th Ticker

Wednesday, February 28, 2007

Belajar Membaca

Nindi tertarik belajar membaca (bahasa Indonesia) sekitar November tahun lalu. Tadinya, kami tidak secara khusus melatihnya membaca. Namun ketika Nindi menunjukkan keinginannya untuk belajar membaca, kami mulai melatihnya selama liburan summer. Kegiatan ini bagus juga untuk mengisi liburan musim panas yang super panjang itu (sekitar satu setengah bulan). Kami pikir ada baiknya juga Nindi diajari membaca dalam bahasa Indonesia sebelum dia nanti belajar membaca dalam bahasa Inggris secara intensive di sekolah. Kami takut nanti dia bingung membedakan pelafalan huruf dan kata dalam dua bahasa yang berbeda.
Kami mengawali pelajaran membaca ini dengan mengenalkan suku kata yang Nindi sudah familiar, antara lain namanya (dia lebih suka dipanggi Didi), kemudian MA MA, kemudian PA PA. Kami menggunakan sketchboard kecil yang langsung bisa dihapus untuk belajar membaca, sekaligus menulis.
Dari suku kata DI, kami beranjak ke kata-kata lain yang berawalan DI, misalnya nama teman-temannya: DI NA, DI LA (tantenya), DI NO (dinosaurus maksudnya), dan seterusnya. Begitu juga dengan suku kata MA dan PA. Nindi cepat sekali belajar membaca karena dia sudah hafal semua alfabet dengan pelafalan bahasa Indonesia.
Sebisa mungkin, kami menggunakan kata-kata pendek yang bermakna, seperti CU CI, MU KA, KU E, BU SA, BA RU, BA JU, dan lain-lain. Dari kata-kata dengan dua suku kata, kami lanjutkan dengan kata-kata dengan tiga suku kata seperti: BO NE KA, KE RE TA, CE LA NA, dan lain-lain. Sampai tahap ini, kami belum mengenalkan huruf mati di akhir kata, semata-mata untuk mencegah dia frustasi (Nindi cepat sekali ngambek). Untuk penulisan kata-kata, kami menuliskan per suku kata, tidak langsung menyambungnya tanpa jeda (rapat). Ini juga untuk mencegah dia frustasi.
Untuk membuat pelajaran membaca ini tidak membosankan, kami menggunakan permainan, yang tidak sengaja saya temukan (ehem, bangga nih). Begini peraturannya: Saya membagi sketchboard menjadi dua (dengan menggambar garis vertikal). Sisi sebelah kiri untuk menulis suatu kata yang harus ditebak Nindi, sisi sebelah kanan untuk gambar tebakan sesuai kata yang saya tulis. Pertama, saya menulis katanya, tentu saja yang kira-kira Nindi sudah bisa membacanya, dan tidak terlalu sulit, misalnya KU DA. Saya serahkan sketchboard itu ke Nindi, dan dia akan berpikir sebentar, kemudian tersenyum (kalau sudah tahu jawabnya), dan segera menggambar kuda di sisi sebelah kanan. Setelah selesai menggambar, dia serahkan kembali sketchboardnya, dan saya akan bilang, "Very good, Didi. Well done!" Biasanya permainan ini bisa diulang sampai 10 kata sampai akhirnya Nindi capek.
Tapi, kalau kata-kata yang ingin dipelajari terlalu sulit, kami perlu bermain bertiga. Saya yang memberi tebakan, Nindi dan ayahnya yang menjawab (menggambar). Kadang, permainan ini juga dibalik, Nindi dulu yang menggambar, kemudian saya yang menulis (eh, sama saja ya?).
Lama-lama, Nindi sudah bisa menebak/membaca kalimat secara utuh (meskipun kadang frustasi kalau kalimatnya terlalu panjang). Saya tetap belum menggunakan huruf mati dalam kalimat panjang itu, misalnya: Di di su ka ro ti. Ma ma cu ci ce la na. Pa pa be li ba ju ba ru di to ko.
Seminggu terakhir sebelum Nindi mulai sekolah di Kindy, kami membuat proyek Diari atau catatan harian. Nindi menulis satu kalimat yang menggambarkan kegiatan dia yang paling menarik di pagi hari, siang hari, sore hari dan malam hari.
Ini adalah contoh buku harian dia tanggal 30 Januari 2007:
Pagi hari: Di di ma kan ro ti co klat.
Siang hari: Di di po tong ram but di sa lon.
Sore hari: Di di ba ca bu ku ce ri ta.
Malam hari: Di di si kat gi gi se be lum ti dur.

Saya sudah kenalkan huruf matinya, hanya saja saya tidak memaksa dia untuk menebak.
Ngeri saya kalau dia ngambek.

Mamapong.

Starting School



Nindi was starting school this year. She goes to Marrickville West Public School. We chose this school for her because there would be three other Indonesian students that starting school in the same year. It would be better for her to have already known friends. Starting school was scary, wasn't it? Especially when it is in a new country when everybody speaks strange language (and English language with strange accent).
Fortunately, this school had a good program for its new students. They had six weeks Preparation To Start School program. One a week at tuesday, children were gathered in the classroom, having activities just like what school might be. The parents are invited in other room to be given some informations about the school.
Here in Australia, children start school at Kindergarten for 1 year, and then they can go to Year 1 until Year 6. Kindergarten, or kindy for short, is usually attached to Primary School (or Sekolah Dasar in Indonesia). The children are eligible to join kindy if they are five years old or older.
Public school is free for citizen and permanent resident. Nindi is exempt from the payment because her father is studying here under ausaid program (thank God for that). But we still have to pay 'a small fee', what they called School Contribution (remember BP3 in Indonesia), for $40 a year.

Mamapong.